My FLP, My First Love

Minggu, 24 April 2016

Apakah Aku Mencintaimu?

Tulisan ini saya ketik di Al-Fawwaz. Pagi ini. Judulnya Apakah Aku Mencintaimu?
Di zaman yang serba kekinian, orang lebih mengenal artis, penyanyi, pemain band, boyband, pemain sinetron dibandingkan nabinya sendiri. Sekali lagi, orang lebih mengenal yang namanya artis, penyanyi, pemain band, boyband, pemain sinetron dibandingkan nabinya sendiri. Mereka lebih sering mengingat artis dibandingkan nabinya sendiri. Mereka lebih mengidolakan artis yang tidak akan memberi syafaat di akhirat, mereka lebih meniru gaya hidup pemain band yang tidak akan membawanya ke surga Allah. Yah, itulah orang sekarang. Semoga kita tidak termasuk ke dalamnya.
Mereka beranggapan bahwa artis yang dipuja-pujanya lebih keren, modis, dan serba modern alias kekinian. Sunnah nabi bukan menjadi gaya hidup lagi. Padahal dibalik itu semua nabi-lah yang menuntun ke jalan kebenaran. Renungkan, apakah kita mencintai nabi? Mungkin semuanya menjawab iya. Tapi praktiknya berbeda-beda. Ada yang cinta dengan sepenuh hati, ada yang cintanya di mulut saja (PHP), ada yang sama sekali jauh dari apa yang ditirukan nabi. Kalau mencintai nabi, yang harus dilakukan adalah:
·         Mengikuti sunnahnya
·         Bersholawat
·         Bersedekah
·         Mengamalkan isi Al-qur’an
·         Selalu mengingat Allah (berzikir)
Apakah Anda tahu bahwa sebenarnya Nabi Muhamad sangat mencintai kita sebagai umatnya? Cintanya kepada kita umatnya sungguh luar biasa. Saya kira tidak pantas kalau kita tidak mencintainya.
Suatu malam, Nabi pernah bercerita kepada para sahabat, “Wahai sahabat-sahabatku, aku rindu kepada mereka yang paling kuat imannya. Tahukah kalian, siapakah mereka yang paling kuat imannya?” Para sahabat menjawab, “Malaikat-malaikat, merekalah yang paling kuat imannya!” Dengan tersenyum Nabi pun menjelaskan, “Bukan itu maksudku. Sudahlah wajar kalau malaikat-malaikat itu beriman, karena memang mereka berada di sisi Allah.”
Kemudian para sahabat menjawab lagi, “Rasul-rasul, merekalah yang paling kuat imannya!” Dan kembali Nabi menjelaskan, “Bukan itu maksudku. Sudahlah wajar kalau rasul-rasul itu beriman, karena memang mereka menerima wahyu dari Allah.” Lalu para sahabat menjawab lagi, “Kami, para sahabat, yang paling kuat imannya!” Dan kembali Nabi menjelaskan, “Bukan itu maksudku. Sudahlah wajar kalau kalian beriman, karena memang kalian selalu bersamaku.”
Penasaran, akhirnya para sahabat bertanya, “Lalu siapa ya Nabi, orang yang paling kuat imannya?” Ternyata Nabi menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang hidup setelahku, belum pernah melihatku, namun mereka itu beriman kepadaku. Sungguh, aku rindu kepada mereka.” Subhanallah, ternyata orang-orang yang dimaksud Nabi itu adalah kita! Iya, kita! Rupanya di hadapan Nabi, kita mendapat keistimewaan tersendiri! Betapa besar perhatian Nabi kepada kita! Tidak pantaskah orang seperti ini memperoleh keistimewaan di hati kita?
Sudah seharusnya kita mencintai nabi kita sendiri, toh nabi juga sangat mencintai kita. Apalagi saat nabi hendak wafat, bukan keluarganya yang ia ingat, bukan sahabatnya yang ia ingat, tapi ia selalu bilang “umatku, umatku, umatku”. Berarti siapa? Iya kita, kita sebagai umatnya.
Marilah kita berjanji mulai saat ini “Ya Nabi, maafkan saya yang selama ini jauh dari sunnahmu. Saya juga menyayangimu seperti engkau menyayangi saya. Saya akan mengikuti sunnahmu, beribadah kepada Allah sesuai tuntunanmu. Ya nabi, saya akan bersholawat untukmu bukan karena saya ingin diberi syafaat tapi inilah bukti cinta saya kepadamu”

Salam-Apen S. McCalister


Tidak ada komentar:

Posting Komentar