Pernah
tidak sih Anda jatuh cinta atau kasmaran? Bagaimana rasanya? Pasti berjuta-juta
rasanya, ya. Sesungguhnya, manakala kita kasmaran terhadap seseorang, inilah
tanda-tandanya:
·
Kita akan menyebut-nyebut namanya.
·
Kadang hati kita bergetar saat menyebut
atau mendengar namanya.
·
Kita akan mencari tahu tentang orang
tersebut.
·
Kita akan berusaha menuruti dan tidak
mengecewakan orang tersebut.
·
Kalau satu pun tidak ada, mungkin itu
bukti ketiadaan cinta kepada orang tersebut.
Sungguh,
kelak kita akan dikumpulkan dengan orang-orang yang kita cintai, walaupun kita belum
pernah bertemu dengan orang-orang tersebut. Oleh karenanya, pastikan kita
mencintai orang-orang yang benar. Tatkala kita mencintai seseorang, maka kita
akan senantiasa menyebut-nyebut namanya. Dengan senang hati pula kita menuruti
kata-katanya, juga membelanya. Dan manakala orang lain menyebut namanya, hati
kita langsung bergetar! Itulah desir-desir cinta!
Pertanyaannya,
pernahkah hati kita bergetar begitu menyebut namanya? Kalaulah tidak pernah, mungkin
itu bukti ketiadaan cinta kepadanya. Demikianlah, sesuatu yang tak terindra,
kemungkinan itulah yang berharga, seperti iman, ikhlas, ridha, berkah, dan
cinta. Sosok yang satu ini sudah semestinya menjadi orang yang paling kita
cintai. Bukan ayah kita, bukan ibu kita, bukan istri kita, bukan pula anak
kita, apalagi pacar, bukan. Lantas, siapakah dia? Tidak lain, dia adalah Nabi
Muhammad, teladan yang amat terpelihara.
Saya
sendiri belum bisa membuktikan cinta saya kepada baginda, tapi baginda sendiri
sudah membuktikan cintanya pada saya.
Di
sebuah musim haji, Nabi memberika pesan-pesan untuk terakhir kalinya. Peristiwa
ini disebut haji wada’ atau haji perpisahan dengan Nabi. Bagi sebagian besar
sahabat, ini adalah pertemua terakhir. Dalam suasana yang penuh haru itu, Nabi
pun meminta maaf kepada sahabat-sahabatnya. Dan apabila ada yang merasa pernah
disakiti oleh Nabi, maka dipersilahkan untuk membalas (qishash). Mendengar ini,
seeorang langsung berdiri. Ia mengaku, saat berperang, tubuhnya sempat
tercampuk oleh Nabi. Tercambuk, bukan dicambuk. Karena orang itu ingin menuntut
balas, lantas Nabi menyuruh seseorang mengambil cambuknya.
Dalam
beberapa saat, Nabi telah bersiap untuk dicambuk. Tapi orang itu tidak
bergerak. Dia mengaku lagi, saat tercambuk oleh Nabi, punggungnya sedang
terbuka, tidak mengenakan baju. Tanpa membantah, Nabi pun membuka bajunya. Saat
itu orang-orang menahan napas, karena tidak tega dengan pembalasan itu. Bahkan
Umar sempat menawarkan diri agar punggungnya saja yang dicambuk sebagai ganti,
namun tawaran itu ditolak oleh Nabi.
Apa
yang kemudian terjadi? Tahu-tahu orang siap-siap mencambuk itu melepaskan
cambuknya. Alih-alih mencambuk, ia malah mendekati dan memeluk Nabi erat-erat,
seraya berkata, “ Aku rindu untuk menempelkan kulitku dengan kulitmu, ya Nabi.”
Detik itu juga semua orang meneteskan air mata. Terlebih-lebih lagi saat Nabi
mengatakan, “Inilah ahli surga.” Sedemikian hebat kecintaan orang itu terhadap
Nabi. Sampai-sampai Nabi menjanjikan surga kepadanya karena kecintannya itu.
Ingat-ingat
pula detik-detik menjelang wafatnya Nabi. Tatkala Nabi merasakan perih karena
sakaratul amut, serta merta ia berdoa, “Ya Allah, sakit nian sakaratul maut
ini, maka timpakan saja semua sakit ini kepadaku, jangan kepada umatku.” Terus,
saat ruh hampir berpisah, ternyata orang yang disebut-sebut oleh Nabi itu bukan
istrinya, bukan anaknya, bukan pula sahabatnya. Rupa-rupanya Nabi menyebutkan,
“Umatku. Umatku. Umatku.” Subhanallah, ternyata orang yang disebut oleh Nabi
itu adalah kita! Betapa besar kecintaan Nabi kepada kita! Mungkin kita belum
mencintai Nabi, namun Nabi sangat mencintai kita! Tidak pantaskah orang seperti
ini memperoleh cinta dari kita?
Saya
sangat mencintaimu, ya Nabi. Saya ingin berkumpul bersamamu dan bersama
orang-orang yang saya cintai di surga nanti. I want to hug you, and I want to be with you in jannah.
Apen S. McCalister
Apen S. McCalister
Tidak ada komentar:
Posting Komentar