Tulisan ini saya ketik di Al-Fawwaz. Pagi ini. Judulnya Apakah Aku Mencintaimu?
Di
zaman yang serba kekinian, orang lebih mengenal artis, penyanyi, pemain band,
boyband, pemain sinetron dibandingkan nabinya sendiri. Sekali lagi, orang lebih
mengenal yang namanya artis, penyanyi, pemain band, boyband, pemain sinetron dibandingkan
nabinya sendiri. Mereka lebih sering mengingat artis dibandingkan nabinya
sendiri. Mereka lebih mengidolakan artis yang tidak akan memberi syafaat di
akhirat, mereka lebih meniru gaya hidup pemain band yang tidak akan membawanya
ke surga Allah. Yah, itulah orang sekarang. Semoga kita tidak termasuk ke
dalamnya.
Mereka
beranggapan bahwa artis yang dipuja-pujanya lebih keren, modis, dan serba
modern alias kekinian. Sunnah nabi bukan menjadi gaya hidup lagi. Padahal
dibalik itu semua nabi-lah yang menuntun ke jalan kebenaran. Renungkan, apakah
kita mencintai nabi? Mungkin semuanya menjawab iya. Tapi praktiknya
berbeda-beda. Ada yang cinta dengan sepenuh hati, ada yang cintanya di mulut
saja (PHP), ada yang sama sekali jauh dari apa yang ditirukan nabi. Kalau mencintai
nabi, yang harus dilakukan adalah:
·
Mengikuti sunnahnya
·
Bersholawat
·
Bersedekah
·
Mengamalkan isi Al-qur’an
·
Selalu mengingat Allah (berzikir)
Apakah
Anda tahu bahwa sebenarnya Nabi Muhamad sangat mencintai kita sebagai umatnya?
Cintanya kepada kita umatnya sungguh luar biasa. Saya kira tidak pantas kalau
kita tidak mencintainya.
Suatu
malam, Nabi pernah bercerita kepada para sahabat, “Wahai sahabat-sahabatku, aku
rindu kepada mereka yang paling kuat imannya. Tahukah kalian, siapakah mereka
yang paling kuat imannya?” Para sahabat menjawab, “Malaikat-malaikat, merekalah
yang paling kuat imannya!” Dengan tersenyum Nabi pun menjelaskan, “Bukan itu
maksudku. Sudahlah wajar kalau malaikat-malaikat itu beriman, karena memang
mereka berada di sisi Allah.”
Kemudian
para sahabat menjawab lagi, “Rasul-rasul, merekalah yang paling kuat imannya!”
Dan kembali Nabi menjelaskan, “Bukan itu maksudku. Sudahlah wajar kalau
rasul-rasul itu beriman, karena memang mereka menerima wahyu dari Allah.” Lalu
para sahabat menjawab lagi, “Kami, para sahabat, yang paling kuat imannya!” Dan
kembali Nabi menjelaskan, “Bukan itu maksudku. Sudahlah wajar kalau kalian
beriman, karena memang kalian selalu bersamaku.”
Penasaran,
akhirnya para sahabat bertanya, “Lalu siapa ya Nabi, orang yang paling kuat
imannya?” Ternyata Nabi menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang hidup
setelahku, belum pernah melihatku, namun mereka itu beriman kepadaku. Sungguh,
aku rindu kepada mereka.” Subhanallah, ternyata orang-orang yang dimaksud Nabi
itu adalah kita! Iya, kita! Rupanya di hadapan Nabi, kita mendapat keistimewaan
tersendiri! Betapa besar perhatian Nabi kepada kita! Tidak pantaskah orang
seperti ini memperoleh keistimewaan di hati kita?
Sudah
seharusnya kita mencintai nabi kita sendiri, toh nabi juga sangat mencintai
kita. Apalagi saat nabi hendak wafat, bukan keluarganya yang ia ingat, bukan
sahabatnya yang ia ingat, tapi ia selalu bilang “umatku, umatku, umatku”.
Berarti siapa? Iya kita, kita sebagai umatnya.
Marilah
kita berjanji mulai saat ini “Ya Nabi, maafkan saya yang selama ini jauh dari
sunnahmu. Saya juga menyayangimu seperti engkau menyayangi saya. Saya akan
mengikuti sunnahmu, beribadah kepada Allah sesuai tuntunanmu. Ya nabi, saya
akan bersholawat untukmu bukan karena saya ingin diberi syafaat tapi inilah
bukti cinta saya kepadamu”
Salam-Apen S. McCalister
Salam-Apen S. McCalister
Tidak ada komentar:
Posting Komentar