My FLP, My First Love

Kamis, 12 November 2015

Bagaimana Agar Anak Berprestasi?

Bagaimana Agar Anak Berprestasi?

Teringat saat-saat pembagian raport dulu waktu saya menjadi wali kelas 7C Ibnu Rusyid dan sekarang 7D Umar bin Khattab di SMPIT Al-Fawwaz. Hampir 90% orangtua tidak puas terhadap anaknya. Ini yang membuat saya membuat tulisan ini.

Pembagian raport dimulai jam delapan pagi. Satu persatu orangtua mendatangi saya kemudian curhat apa yang ingin mereka curhat kepada saya, selaku wali kelas anaknya.

“Assalamualaikum. Silahkan duduk, Bu!” saya mempersilahkan. Seperti biasanya, saya menunjukan dan menjelaskan nilai-nilai yang di dapat sang anak.
“Astagfirullah. Aduuuuuuh kok nilainya kecil-kecil sih, Mister?”
“Emang ya anak saya yang satu ini. Susah banget belajar. Tiap hari saya harus ngomel-ngomel melulu”
“saya tanya tiap hari begini. ‘Kamu tuh enggak pernah ada PR, apa? Kerjaannya tiduran terus. Bagaimana kamu mau berprestasi?’ ehhh dia malah jawab ‘Mama kepo nih. Mau tahu terus. Nanti juga aku belajar.’ kan saya sebal kalau anak saya begitu”

Saya mendengarkan baik-baik. Memang, ketika ada orang yang ingin curhat, kita harus mendengarkannya dengan seksama sambil memberikan solusi atau saran.

“Mr.Apen, bagaimana ya caranya biar anak saya berprestasi? Saya kan mau kalau anak saya pintar matematika, IPA, Bahasa Inggris, atau pelajaran-pelajaran lainnya. Pokoknya anak saya harus berprestasi”

Ayah-Bunda, Papa dan Mama wali murid ….
Mari kita perjelas dulu, apakah prestasi itu?

Rata-rata orang tua menganggap anaknya berprestasi bila tiap semester meraih juara kelas atau lulus sekolah dengan nilai sempurna.

Oke, kalau definisinya begini, pertanyaan saya: kalau sudah begitu, mau jadi apa?
Mungkin jawabnya, “jadi membuat bangga orang tua”
Pertanyaan saya lagi, “kalau sudah bangga, terus apa?”
Pertanyaan-pertanyaan ini yang harus terus kita ajukan, karena hidup adalah untuk mencari tujuan. Selama tujuan itu belum didapat, kita belum benar-benar hidup.

Sebaiknya, tanyakanlah pada si anak:
“kamu mau jadi apa, Nak? Apa pun cita-citamu, jadilah yang terbaik di bidang itu. Apabila kamu ingin jadi petugas dinas kebersihan sekalipun, lakukanlah, asalkan kamu menjadi yang terbaik di bidang tersebut. Jadilah petugas yang membuat kota-kota di Jepang, bahkan ikan koi bisa hidup tenang dalam selokan tanpa harus tercemari oleh sampah rumah tangga.”

Jadi, prestasi pertama bagi seorang anak adalah menemukan tujuan hidup atau profesi impiannya.
Selanjutnya, prestasi adalah pencapaian terbaik dalam hal yang paling kita sukai. Menjadi yang terbaik dalam bidang yang kita pilih, itulah prestasi sejati.

Dan, ini tak ada kaitannya dengan nilai-nilai di sekolah. Pencapaian nilai di sekolah itu adalah pengkerdilan atau penyesatan prestasi.

Bagaimana seharusnya prestasi anak itu?
Anak yang berprestasi adalah anak berbahasa dengan bahasa Indonesia yang baik dan tidak pernah menggunakan kata “Elu dan Gue”, juga bahasa-bahasa slank lainnya. Kemudian responsif jika dimintai pertolongan oleh orangtuanya, dan sering membantu pekerjaan rumah tangga, mulai dari menyapu, mengepel, mencuci, hingga menyetrika.

Kemudian anak yang jujur adalah prestasi berikutnya, apa Ayah-Bunda tidak bahagia jika memiliki anak yang jujur dalam kata-kata dan perbuatan? Pernah saya melihat dua anak Al-Fawwaz berjalan pulang sekolah kemudian mereka menemukan uang. Salah seorang mengambilnya, lalu seorang lainnya mencegah.

“jangan pernah mengambil sesuatu yang bukan milik kita apapun alasannya”. Subhanallah, apa Ayah-Bunda tidak bangga memiliki anak seperti itu?

Pun ketika acara Open House sekolah SMPIT Al-Fawwaz ketika salah seorang anak mengajak jajan temannya, kemudian akan mentraktirnya jika mau menemaninya. Anak itu tidak pernah mau menerima pemberian uang dari orang lain yang tidak jelas peruntukannya. Dan, inilah sikap awal antimengemis dan korupsi. Mereka juga anak-anak yang taat aturan sekolah.

Dalam bergaul mereka selalu mengajak teman-temannya untuk berbuat baik dan ini mampu mengubah sikap dan perilaku beberapa teman mereka yang kurang baik.

Kemudian siapa yang tidak senang kalau anaknya gemar mengaji, dan mengajinya tanpa disuruh, kemudian sholat wajib tepat waktu. Artinya prestasi anak ini sangat gemilang sekali. Kemudian, mana lebih berprestasi, berprestasi di mata Allah atau berprestasi dengan nilai-nilai yang besar?
Sekali lagi, apa Ayah-Bunda masih merasa anak Anda tidak berprestasi? Apakah masih tidak bangga?

“maksud saya bukan prestasi yang itu, tapi prestasi semisal jadi juara kelas, atau juara umum di sekolah atau juara-juara lainnya?”

Prestasi sesungguhnya dalam kehidupan itu adalah berhasil memiliki etika perilaku moral, seperti beberapa hal yang telah disebutkan sebelumnya. Sementara prestasi-prestasi lainnya yang mungkin sering menjadi kebanggan orangtua, adalah prestasi SEMU.

Prestasi semacam itu hanya diingat orang sementara waktu dan akan terlupakan seiring dengan berlalunya waktu. Prestasi-prestasi semacam ini kelak hampir tidak berdampak apapun baki kesuksesan hidup, juga di kehidupan orang lain.

Sementara keberhasilan dalam kehidupan sebenarnya sangat bergantung pada etika, perilaku moral, apakah kita jujur dan bisa dipercaya. Sedangkan kepintaran itu mudah dilatih, dan jika tekun berlatih apapun bisa kita lakukan dengan baik dari waktu ke waktu.

Lucunya saat ini kita berada pada zaman dengan jumlah tenaga kerja melimpah (karena banyak jumlah pengangguran), tapi seolah sulit mencari tenaga kerja. Kenapa? Karena susah mencari orang baik, jujur, dan bisa dipercaya.

Jadi, saya kira tidak masalah jika Ayah-Bunda memiliki perbedaan persepsi dengan saya mengenai prestasi seorang anak. Boleh-boleh saja menekankan prestasi ranking di kelas. Akan tetapi, tidak semua anak menyukai semua pelajaran di sekolah. Tapi pilihlah salah satu dan fokuskanlah. Mari kita belajar dari potret bangsa yang mengagungkan prestasi-prestasi semu, ketimbang prestasi sejati, yakni etika, perilaku, dan moral. Lihat saja bagaimana potret bangsa kita sekarang.

Dalam pengamatan saya selama ini, dari buku-buku yang saya abaca mengenai orang sukses malah kebanyakan dari anak yang dianggap bermasalah dan gagal di sekolah (tidak berprestasi), tetapi mereka malah menjadi anak-anak yang luar biasa berprestasi! Kok, bisa?

Pada akhirnya, jauh lebih penting membangun etika, perilaku, atau karakter anak, terlebih dahulu kita bantu mereka menemukan potensi emas masing-masing yang sudah dibawa sejak lahir. Itulah resep utama dalam membimbing anak-anak.

Yang menarik dan perlu disadari oleh kita semua adalah, setiap anak sesungguhnya sudah membawa misi hidupnya masing-masing, berikut potensi, minat, dan bakatnya. Kita tinggal menemukan dan menyalurkan saja agar mereka kelak menjadi yang terbaik di bidangnya. Namun, tanpa etika, perilaku, moral, atau akhlak yang baik, semua prestasi yang diraihnya akan hancur dalam sekejap.

Lihatlah sekarang banyak mempertontonkan hal yang tidak beretika dan tidak bermoral. Tidakkah kita mengambil pelajaran dan hikmah dari semua kejadian ini? Memang tidak mudah untuk memahami ini dan mengubah mindset yang sudah ditanamkan oleh orangtua dan system sekolah kita selama bertahun-tahun tentang arti prestasi yang sesungguhnya bagi anak.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar