My FLP, My First Love

Senin, 16 Mei 2016

Berkaca Pada Salman-Al-Farisi

Tulisan ini saya ketik sambil membantu istri saya membuat kue. Bantu buat kue sekaligus menulis. Yah, sambil menyelam sambil minum air, airnya segalon. Hehehe. Dan juga, saya menulis tidak lain untuk menyinari dunia dengan tulisan saya. Saya berharap para pembaca dan saya khususnya, bisa mengambil hikmah dari setiap tulisan yang saya tulis.
Di umur yang sekarang, saya sama sekali belum membuat ibu saya bahagia. Padahal beliau sudah semakin sepuh. Malu, malu rasanya. Ingat waktu kecil dulu, saya sering membentaknya, bepergian sering tidak ijin, merengek-rengek minta mainan, menyuruh-nyuruhnya, entah dosa sebanyak apa yang sudah saya lakukan kepadanya. Tapi beliau tidak pernah marah. Senyumannya terus mengalir untuk saya. Malah beliau sering mendoakan saya.
Ibu saya mulai menua. Bukannya membahagiakan, malah masih sering menyusahkannya. Bahkan belum mampu memberi yang terbaik baginya. Ampuni saya ibu. Saya jadi malu sekaligus tertampar dengan kisah Salman Al-Farisi. Usahanya sangat luar biasa untuk membahagiakan ibunya. Namun, sehebat apapun pengorbanan anak tidak akan pernah mampu membalas kebaikan ibunya.
Suatu hari, Nabi Muhammad ditanya oleh sahabatnya, “Ya Rasulullah, adakah orang yang paling disayangi oleh Allah SWT selain Engkau?”
Nabi menjawab, “Ada, yaitu Salman al Farisi.”
“Kenapa dia begitu disayang Allah?”
Kemudian Nabi bercerita bahwa Salman Al Farisi adalah orang yang berasal dari keluarga miskin sementara ibunya sangat ingin naik haji. Tetapi apalah daya, untuk berjalanpun dia tidak bisa. Ditambah lagi uang untuk pergi ke Tanah Suci pun tidak dipunyainya. Salman Al Farisi begitu bingung menghadapi kondisi itu. Namun akhirnya, dia memutuskan untuk mengantar ibunya naik haji dengan cara menggendong ibunya dari suatu tempat yang begitu jauh dari Mekkah. Diperlukan waktu berhari-hari untuk melaksanakan perjalanan itu sehingga tanpa terasa punggung Salman al-Farisi sampai terkelupas kulitnya.
Saat itu, ibunda Salman sedang sakit dan tidak memungkinkan untuk berjalan sendiri. Terik matahari siang dan dingin udara malam merupakan dua hal yang tidak bisa dihindari dalam perjalanan Salman menggendomng ibundanya sampai Makkah.  Satu hal yang menyemangatinya adalah keinginannya untuk membahagiakan ibunya, mengantarnya menuju tanah impian, kota Makkah.
Ketika akhirnya mereka sampai di kota Mekah untuk melaksanakan ibadah Haji, mereka bertemu dengan Rasulullah. Lengkaplah sudah kebahagiaan Salman beserta sang ibu ketika bertemu dengan manusia pilihan Utusan Tuhan yang sangat mereka cintai dan mereka rindukan.
Ketika itu, sang anak bertanya kepada Rasul, “Ya Rasul, apakah saya sudah berbakti kepada orang tua saya? Saya menggendong ibu saya di pundak saya, berjalan dari Madinah sampai Kota Mekah untuk melaksanakan ibadah haji.”
Seketika itu pula, Rasulullah menangis. Kemudian Rasul menjawab dengan diiringi tangisnya yang tersedu-sedu, “Wahai saudaraku, engkau sungguh anak yang luar biasa, engkau benar2 anak sholeh. Tapi maaf, apapun yang kamu lakukan di dunia ini untuk membahagiakan orang tuamu, apapun usaha kerasmu untuk menyenangkan orang tuamu, tidak akan pernah bisa membalas jasa orang tuamu yang telah membesarkanmu.”


Apen S. McCalister

Tidak ada komentar:

Posting Komentar