Tulisan
ini saya ketik sambil membantu istri saya membuat kue. Bantu buat kue sekaligus
menulis. Yah, sambil menyelam sambil minum air, airnya segalon. Hehehe. Dan
juga, saya menulis tidak lain untuk menyinari dunia dengan tulisan saya. Saya berharap
para pembaca dan saya khususnya, bisa mengambil hikmah dari setiap tulisan yang
saya tulis.
Di
umur yang sekarang, saya sama sekali belum membuat ibu saya bahagia. Padahal beliau
sudah semakin sepuh. Malu, malu rasanya. Ingat waktu kecil dulu, saya sering
membentaknya, bepergian sering tidak ijin, merengek-rengek minta mainan,
menyuruh-nyuruhnya, entah dosa sebanyak apa yang sudah saya lakukan kepadanya. Tapi
beliau tidak pernah marah. Senyumannya terus mengalir untuk saya. Malah beliau
sering mendoakan saya.
Ibu
saya mulai menua. Bukannya membahagiakan, malah masih sering menyusahkannya. Bahkan
belum mampu memberi yang terbaik baginya. Ampuni saya ibu. Saya jadi malu
sekaligus tertampar dengan kisah Salman Al-Farisi. Usahanya sangat luar biasa
untuk membahagiakan ibunya. Namun, sehebat apapun pengorbanan anak tidak akan
pernah mampu membalas kebaikan ibunya.
Suatu
hari, Nabi Muhammad ditanya oleh sahabatnya, “Ya Rasulullah, adakah orang yang
paling disayangi oleh Allah SWT selain Engkau?”
Nabi
menjawab, “Ada, yaitu Salman al Farisi.”
“Kenapa
dia begitu disayang Allah?”
Kemudian
Nabi bercerita bahwa Salman Al Farisi adalah orang yang berasal dari keluarga
miskin sementara ibunya sangat ingin naik haji. Tetapi apalah daya, untuk
berjalanpun dia tidak bisa. Ditambah lagi uang untuk pergi ke Tanah Suci pun
tidak dipunyainya. Salman Al Farisi begitu bingung menghadapi kondisi itu.
Namun akhirnya, dia memutuskan untuk mengantar ibunya naik haji dengan cara
menggendong ibunya dari suatu tempat yang begitu jauh dari Mekkah. Diperlukan
waktu berhari-hari untuk melaksanakan perjalanan itu sehingga tanpa terasa
punggung Salman al-Farisi sampai terkelupas kulitnya.
Saat
itu, ibunda Salman sedang sakit dan tidak memungkinkan untuk berjalan sendiri.
Terik matahari siang dan dingin udara malam merupakan dua hal yang tidak bisa
dihindari dalam perjalanan Salman menggendomng ibundanya sampai Makkah. Satu hal yang menyemangatinya adalah
keinginannya untuk membahagiakan ibunya, mengantarnya menuju tanah impian, kota
Makkah.
Ketika
akhirnya mereka sampai di kota Mekah untuk melaksanakan ibadah Haji, mereka
bertemu dengan Rasulullah. Lengkaplah sudah kebahagiaan Salman beserta sang ibu
ketika bertemu dengan manusia pilihan Utusan Tuhan yang sangat mereka cintai
dan mereka rindukan.
Ketika
itu, sang anak bertanya kepada Rasul, “Ya Rasul, apakah saya sudah berbakti
kepada orang tua saya? Saya menggendong ibu saya di pundak saya, berjalan dari
Madinah sampai Kota Mekah untuk melaksanakan ibadah haji.”
Seketika
itu pula, Rasulullah menangis. Kemudian Rasul menjawab dengan diiringi
tangisnya yang tersedu-sedu, “Wahai saudaraku, engkau sungguh anak yang luar
biasa, engkau benar2 anak sholeh. Tapi maaf, apapun yang kamu lakukan di dunia
ini untuk membahagiakan orang tuamu, apapun usaha kerasmu untuk menyenangkan
orang tuamu, tidak akan pernah bisa membalas jasa orang tuamu yang telah
membesarkanmu.”
Apen
S. McCalister
Tidak ada komentar:
Posting Komentar