Sebentar
lagi ujian kenaikan kelas, lalu ambil raport. Setiap pembagian raport selalu
saja ada orangtua murid yang curhat ke saya kalau anaknya sering banget main
game. Tidak hanya pembagian raport sih, kadang orang tua siswa sering curhat
saat istirahat zuhur sambil mengantar makanan untuk anaknya. Masalahnya hampir
sama kalau tidak game, ya mainan HP.
Anak-anak
zaman sekarang memang tidak bisa terlepas dari yang namanya game. Namun masalahnya game yang mereka mainkan sama sekali buruk
untuk mereka. Salah satunya GTA. Padahal game tersebut diperuntukkan untuk usia
17 tahun ke atas, meski fakta di lapangan
justru banyak anak di bawah umur yang memainkannya. Seperti diketahui
GTA menampilkan kekerasan yang brutal, sumpah serapah, penggunaan narkoba,
bahkan adegan seks terbuka.
Anak
boleh bermain game. Game adalah alat dan alat itu netral. Yang membuat tidak
netral adalah jenis dan isi dari game-nya. Jenis-jenis game yang isinya
mengandung kekerasan dan pornografi tentu perlu mendapat perhatian khusus dari
kita sebagai guru dan orang tua.
Namun,
bila ditanya apakah game kekerasan sama sekali tidak boleh dimainkan oleh
remaja kita, saya pribadi sebenarnya menjawab tidak. Masalahnya, game seperti
juga gadget lainnya, tidak bisa dihilangkan. Bila kita melarang mereka bermain di
rumah, mereka bisa mencari sendiri di luar. Apalagi yang kita bicarakan di sini
adalah remaja.
Kemudian
apa yang harus kita lakukan? Bermainlah bersama mereka. Jadi, orangtua tidak
hanya harus tahu game apa yang dimainkan anaknya, tetapi juga bermain bersama
agar paham betul apa isi dan tayangan game ini. Saat mendampingi anak bermain,
Anda bisa menerjemahkan game itu pada anak dalam bentuk baik buruk.
Misalnya,
ketika bermain game Counter Terror, game melawan teroris dan menyelamatkan sandera, Anda bisa
berdiskusi dengan anak: apa yang dimaksud dengan teroris, kenapa bisa ada
teroris dan bagaimana pandangan kita. Atau ketika melihat granat dan aneka
senapan, kita juga bisa berdialog dengan anak soal jenis-jenis senjata dan
bagaiman saja senjata itu digunakan oleh para polisi antiteror. Kemudian apabila
anak menemukan kekerasan dalam kehidupan nyata, apa yang sebaiknya ia lakukan.
Terus
bagaimana kalau orangtua sibuk dan tidak bisa mendampingi anak?
Tiap
manusia punya waktu yang sama: 24 jam sehari. Jangan fokus pada “kapan tidak
bisanya?”, tapi fokuslah pada “kapan bisanya?”. Tidak mungkin kalau orangtua
sama sekali tak punya waktu. Bahkan orang sesibuk presiden pun punya waktu
untuk keluarganya.
Persoalannya
bukan “tidak punya waktu”, tetapi “mau atau tidak”. Bila mau, Anda pasti akan
mengupayakan waktu untuk bermain bersama anak. Bila tidak mau, kesibukan selalu
bisa dicari agar tidak ada waktu bermain dengan anak.
Bila
hanya punya waktu di akhir pekan, ya bermainlah di waktu itu. Selain akhir pekan,
berarti anak tak boleh bermain game tersebut. Jadi tak ada alasan “tidak punya
waktu”, bukan?