Bagaimana Agar Anak
Berprestasi?
Teringat saat-saat pembagian raport dulu waktu saya menjadi
wali kelas 7C Ibnu Rusyid dan sekarang 7D Umar bin Khattab di SMPIT Al-Fawwaz.
Hampir 90% orangtua tidak puas terhadap anaknya. Ini yang membuat saya membuat
tulisan ini.
Pembagian raport dimulai jam delapan pagi. Satu persatu
orangtua mendatangi saya kemudian curhat apa yang ingin mereka curhat kepada
saya, selaku wali kelas anaknya.
“Assalamualaikum. Silahkan duduk, Bu!” saya mempersilahkan.
Seperti biasanya, saya menunjukan dan menjelaskan nilai-nilai yang di dapat
sang anak.
“Astagfirullah. Aduuuuuuh kok nilainya kecil-kecil sih,
Mister?”
“Emang ya anak saya yang satu ini. Susah banget belajar.
Tiap hari saya harus ngomel-ngomel melulu”
“saya tanya tiap hari begini. ‘Kamu tuh enggak pernah ada
PR, apa? Kerjaannya tiduran terus. Bagaimana kamu mau berprestasi?’ ehhh dia
malah jawab ‘Mama kepo nih. Mau tahu terus. Nanti juga aku belajar.’ kan saya
sebal kalau anak saya begitu”
Saya mendengarkan baik-baik. Memang, ketika ada orang yang
ingin curhat, kita harus mendengarkannya dengan seksama sambil memberikan
solusi atau saran.
“Mr.Apen, bagaimana ya caranya biar anak saya berprestasi?
Saya kan mau kalau anak saya pintar matematika, IPA, Bahasa Inggris, atau
pelajaran-pelajaran lainnya. Pokoknya anak saya harus berprestasi”
Ayah-Bunda, Papa dan Mama wali murid ….
Mari kita perjelas dulu, apakah prestasi itu?
Rata-rata orang tua menganggap anaknya berprestasi bila tiap
semester meraih juara kelas atau lulus sekolah dengan nilai sempurna.
Oke, kalau definisinya begini, pertanyaan saya: kalau sudah
begitu, mau jadi apa?
Mungkin jawabnya, “jadi membuat bangga orang tua”
Pertanyaan saya lagi, “kalau sudah bangga, terus apa?”
Pertanyaan-pertanyaan ini yang harus terus kita ajukan,
karena hidup adalah untuk mencari tujuan. Selama tujuan itu belum didapat, kita
belum benar-benar hidup.
Sebaiknya, tanyakanlah pada si anak:
“kamu mau jadi apa, Nak? Apa pun cita-citamu, jadilah yang
terbaik di bidang itu. Apabila kamu ingin jadi petugas dinas kebersihan
sekalipun, lakukanlah, asalkan kamu menjadi yang terbaik di bidang tersebut.
Jadilah petugas yang membuat kota-kota di Jepang, bahkan ikan koi bisa hidup
tenang dalam selokan tanpa harus tercemari oleh sampah rumah tangga.”
Jadi, prestasi pertama bagi seorang anak adalah menemukan
tujuan hidup atau profesi impiannya.
Selanjutnya, prestasi adalah pencapaian terbaik dalam hal
yang paling kita sukai. Menjadi yang terbaik dalam bidang yang kita pilih,
itulah prestasi sejati.
Dan, ini tak ada kaitannya dengan nilai-nilai di sekolah.
Pencapaian nilai di sekolah itu adalah pengkerdilan atau penyesatan prestasi.
Bagaimana seharusnya prestasi anak itu?
Anak yang berprestasi adalah anak berbahasa dengan bahasa
Indonesia yang baik dan tidak pernah menggunakan kata “Elu dan Gue”, juga
bahasa-bahasa slank lainnya. Kemudian responsif jika dimintai pertolongan oleh
orangtuanya, dan sering membantu pekerjaan rumah tangga, mulai dari menyapu,
mengepel, mencuci, hingga menyetrika.
Kemudian anak yang jujur adalah prestasi berikutnya, apa
Ayah-Bunda tidak bahagia jika memiliki anak yang jujur dalam kata-kata dan
perbuatan? Pernah saya melihat dua anak Al-Fawwaz berjalan pulang sekolah
kemudian mereka menemukan uang. Salah seorang mengambilnya, lalu seorang
lainnya mencegah.
“jangan pernah mengambil sesuatu yang bukan milik kita
apapun alasannya”. Subhanallah, apa Ayah-Bunda tidak bangga memiliki anak
seperti itu?
Pun ketika acara Open House sekolah SMPIT Al-Fawwaz ketika
salah seorang anak mengajak jajan temannya, kemudian akan mentraktirnya jika
mau menemaninya. Anak itu tidak pernah mau menerima pemberian uang dari orang
lain yang tidak jelas peruntukannya. Dan, inilah sikap awal antimengemis dan
korupsi. Mereka juga anak-anak yang taat aturan sekolah.
Dalam bergaul mereka selalu mengajak teman-temannya untuk
berbuat baik dan ini mampu mengubah sikap dan perilaku beberapa teman mereka
yang kurang baik.
Kemudian siapa yang tidak senang kalau anaknya gemar
mengaji, dan mengajinya tanpa disuruh, kemudian sholat wajib tepat waktu. Artinya
prestasi anak ini sangat gemilang sekali. Kemudian, mana lebih berprestasi,
berprestasi di mata Allah atau berprestasi dengan nilai-nilai yang besar?
Sekali lagi, apa Ayah-Bunda masih merasa anak Anda tidak
berprestasi? Apakah masih tidak bangga?
“maksud saya bukan prestasi yang itu, tapi prestasi semisal
jadi juara kelas, atau juara umum di sekolah atau juara-juara lainnya?”
Prestasi sesungguhnya dalam kehidupan itu adalah berhasil
memiliki etika perilaku moral, seperti beberapa hal yang telah disebutkan
sebelumnya. Sementara prestasi-prestasi lainnya yang mungkin sering menjadi
kebanggan orangtua, adalah prestasi SEMU.
Prestasi semacam itu hanya diingat orang sementara waktu dan
akan terlupakan seiring dengan berlalunya waktu. Prestasi-prestasi semacam ini
kelak hampir tidak berdampak apapun baki kesuksesan hidup, juga di kehidupan
orang lain.
Sementara keberhasilan dalam kehidupan sebenarnya sangat bergantung pada etika, perilaku moral, apakah kita jujur dan bisa dipercaya.
Sedangkan kepintaran itu mudah dilatih, dan jika tekun berlatih apapun bisa
kita lakukan dengan baik dari waktu ke waktu.
Lucunya saat ini kita berada pada zaman dengan jumlah tenaga
kerja melimpah (karena banyak jumlah pengangguran), tapi seolah sulit mencari
tenaga kerja. Kenapa? Karena susah mencari orang baik, jujur, dan bisa
dipercaya.
Jadi, saya kira tidak masalah jika Ayah-Bunda memiliki
perbedaan persepsi dengan saya mengenai prestasi seorang anak. Boleh-boleh saja
menekankan prestasi ranking di kelas. Akan tetapi, tidak semua anak menyukai
semua pelajaran di sekolah. Tapi pilihlah salah satu dan fokuskanlah. Mari kita
belajar dari potret bangsa yang mengagungkan prestasi-prestasi semu, ketimbang
prestasi sejati, yakni etika, perilaku, dan moral. Lihat saja bagaimana potret
bangsa kita sekarang.
Dalam pengamatan saya selama ini, dari buku-buku yang saya
abaca mengenai orang sukses malah kebanyakan dari anak yang dianggap bermasalah
dan gagal di sekolah (tidak berprestasi), tetapi mereka malah menjadi anak-anak
yang luar biasa berprestasi! Kok, bisa?
Pada akhirnya, jauh lebih penting membangun etika, perilaku,
atau karakter anak, terlebih dahulu kita bantu mereka menemukan potensi emas
masing-masing yang sudah dibawa sejak lahir. Itulah resep utama dalam
membimbing anak-anak.
Yang menarik dan perlu disadari oleh kita semua adalah,
setiap anak sesungguhnya sudah membawa misi hidupnya masing-masing, berikut
potensi, minat, dan bakatnya. Kita tinggal menemukan dan menyalurkan saja agar
mereka kelak menjadi yang terbaik di bidangnya. Namun, tanpa etika, perilaku,
moral, atau akhlak yang baik, semua prestasi yang diraihnya akan hancur dalam
sekejap.
Lihatlah sekarang banyak mempertontonkan hal yang tidak
beretika dan tidak bermoral. Tidakkah kita mengambil pelajaran dan hikmah dari
semua kejadian ini? Memang tidak mudah untuk memahami ini dan mengubah mindset
yang sudah ditanamkan oleh orangtua dan system sekolah kita selama
bertahun-tahun tentang arti prestasi yang sesungguhnya bagi anak.